Penerbit: | Piramedia |
Penulis: | |
Penyunting: | Andy Agung Prihatna |
Tahun Terbit: | 2005 |
Halaman/Deskripsi | xiii+126 hlm; 20,5 cm |
ISBN: | 979-3597-23-2 |
Ketergantungan LSM kita terhadap dana asing menyebabkan mereka tidak kreatif, khususnya dalam menggalang potensi lokal. Mereka lebih suka datang dan ‘menjajakan’ programnya ke lembaga donor, ketimbang menggalang dukungan dari masyarakat lokal. Sebagian besar LSM, khususnya LSM yang bergerak di bidang advokasi, masih enggan masuk ke pasarfundraising lokal. Mereka beralasan masyarakat tidak punya kemampuan finansial untuk mendukung dan mendanai program mereka. Sebagian LSM lainnya beranggapan tak banyak masyarakat yang mengerti peran dan fungsi LSM. Mereka juga beralasan bahwa organisasi atau kegiatan mereka bukanlah tergolong organisasi atau kegiatan yang mudah mendapatkan dana atau menarik minat orang untuk mendanainya.
Dari berbagai asumsi tersebut, PIRAC kembali melakukan survai pada awal 2004 dengan melibatkan 2.500 responden di sebelas kota besar di Indonesia. Survai ini merupakan up date data dengan tema yang sama sebelumnya pada survai 2000 dan hasilnya telah dipublikasikan di buku Membangun Kemandirian Berkarya: Potensi dan Pola Derma, serta Penggalangannya di Indonesia.
Selain memotret pola dan potensi sumbangan masyarakat di sebelas kota, penelitian ini juga mencoba menggali pandangan masyarakat mengenai keadaan masyarakat sipil (civil society), keadilan sosial (social justice) dan problematika LSM di Indonesia saat ini. Diakui oleh semua kalangan bahwa perubahan iklim politik dari pemerintahan otoriter menjadi pemerintahan yang lebih demokratis merupakan faktor yang dominan terhadap pertumbuhan masyarakat sipil. Seperti kita ketahui, kegiatan berderma yang terjadi di masyarakat umum di Indonesia masih bersifat karitas. Kesadaran dan kebiasaan menyumbang masyarakat lebih banyak didasari oleh semangat keagamaan dan individual. Idealnya, derma masyarakat didasari atas semangat keadilan sosial.*