6 Juli 2014
Metrotvnews.com, Jakarta: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional bidang lingkungan hidup, Greenpeace Indonesia menilai kedua calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla belum berkomitmen total kepada implementasi sinergi antara pembangunan ekonomi, keadilan sosial dan perlindungan lingkungan. Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika mengapresiasi fokus kedua pasangan yang menitikberatkan pada diversifikasi energi dari sektor energi baru terbarukan (EBT).
“Namun Jokowi-JK belum melakukan penjabaran teknis tentang pembangunan rendah karbon yang seharusnya bisa menjadi prioritas baru untuk pembangunan ekonomi Indonesia masa depan,” kata Hindun, dalam rilis yang diterima Antara di Jakarta, Minggu (6/7/2014).
Menurut dia, Prabowo-Hatta hanya melihat masalah itu dari segi pertumbuhan penduduk, belum menyoroti bahwa over eksploitasi Sumber Daya Manusia (SDA) Indonesia secara besar-besaran adalah penyumbang utama kerusakan alam Indonesia. Pada debat terakhir kandidat Pilpres 2014 yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (5/7) malam, tema yang diangkat adalah Pangan, Energi dan Lingkungan. Hindun menilai pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa telah menjabarkan langkah peningkatan Energi Baru-Terbarukan yang konkrit melalui insentif dan sistem “feed in tariff” dan target yang jelas, yaitu lebih dari 25 persen pada 2030. Namun pasangan ini juga masih memprogramkan peningkatan eksplorasi minyak, serta energi fosil lain.
Sementara Joko Widodo-Jusuf Kalla ingin mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM) dengan perbaikan transportasi massal khususnya di kota-kota besar yang menjadi salah satu solusi untuk melakukan efisiensi penggunaan energi dan subsidi, namun titik berat terhadap pengembangan energi fosil, seperti minyak bumi, terlihat masih dominan.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya menilai komitmen Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa untuk memberikan sanksi yang keras terhadap korporasi perusak hutan perlu diuji terlebih dahulu dalam implementasi penyelesaian tunggakan kasus kebakaran hutan dan korupsi sumber daya hutan. Sedangkan komitmen penyelesaian tumpang tindih perizinan di kawasan hutan seharusnya diawali dengan memperkuat dan memperpanjang kebijakan moratorium yang akan berakhir pada Mei 2015, termasuk review perizinan yang ada saat ini.
Menurut Teguh, kedua pasang calon tidak jelas menyebutkan komitmen untuk melanjutkan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca indonesia, sehingga ada kemungkinan hutan dan gambut tidak mendapat perlindungan di masa depan. Selain itu, juga tidak ada kejelasan upaya pecegahan kebakaran hutan mengingat target dari penurunan emisi Indonesia pada 2020 adalah menghentikan laju deforetasi, cegah kebakaran dan lindungi gambut secara total. “Adapun Prabowo yang menyatakan masyarakat sebagai perambah hutan adalah salah besar dan menyiratkan tidak pahamnya tentang akar pesoalan kerusakan hutan indonesia. Sebagian besar hutan justru rusak akibat ekspolitasi untuk perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri skala besar,” tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan meskipun Joko Widodo dan Jusuf Kalla menyebutkan akan merehabilitasi dua juta hektare hutan per tahun, akan tetapi tidak mengelaborasi lebih lanjut mengenai implementasi atas target tersebut. Kebijakan perlindungan hutan dan gambut melalui kebijakan moratorium juga tidak mendapatkan penjelasan yang memadai.
Adapun untuk isu kelautan, kata Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution menilai kedua pasangan capres-cawapres sama sekali tidak menjelaskan urgensi pencegahan pencemaran laut, pengelolaan sumber daya ikan secara bertanggungjawab dan penanganan penangkapan ikan berlebihan sebagai upaya nyata untuk memulihkan kesehatan ekosistem laut. “Mereka juga tidak memastikan ketersediaan dan kedaulatan pangan saat ini dan dimasa depan,” kata Arifsyah.
Sedangkan Juru Kampanye Detoks Greenpeace Indonesia Ahmad Ashov Birry juga mencatat pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa menyebutkan kualitas air, udara dan tanah perlu diperbaiki sedangkan Pasangan Jokowi-Kalla menyebutkan bahwa daerah aliran sungai banyak yang mengalami kerusakan sehingga perlu diperbaiki. (Wid)