Dalam Dynamic Accountability Week 12-16 November, akuntabilitas bagi CSO menjadi kampanye global yang disuarakan banyak OMS di seluruh dunia. Bagaimana dengan Indonesia, apakah isu akuntabilitas OMS juga mendapatkan perhatian? Dibandingkan isu-isu lain seperti HAM, lingkungan, dan Korupsi; Isu kuntabilitas OMS di Indonesiatidak mendapat perhatian bagi kalangan OMS secara luas. Berdasarkan data yang dipaparkan La Ode Ahmad Balombo, Direktur Ormas Kementerian Dalam Negeri saat menjadi panelis dalam diskusi publik CSO Sutainnability Index yang diselenggarakan oleh Konsil OMS Indonesia pada Oktober 2018 lalu, terdapat lebih dari tiga ratus ribu OMS terdaftar di Kementerian Dalam Negeri. Namun banyaknya OMS di Indonesia tersebut tidak berbanding lurus dengan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat, asumsi tersebut didukung hasil riset yang di publikasikan oleh Smeru, bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap OMS masih sangat rendah, yakni 64% dan menempatkan citra OMS lebih rendah daripada entiras Bisnis, Pemerintah dan Media.
Kepercayaan dan manfaat OMS yang dinilai rendah oleh masyarakat sungguh menjadi ironi bagi demokrasi di Indonesia, disaat masyarakat masyarakat merasa ruang demokrasi semakin berkurang dan dan terbatas, dan keberpihakan negara terhadap rakyat belum maksimal. Masyarakat sangat mengharapkan kehadiran OMS dapat menjadi representasi aspirasi dalam menyuarakan pendapat, menuntut hak, dan mewakili ekspresi masyarakat. Namun, demikian fakta OMS di Indonesia berbalik 180 derajat dari harapan masyarakat dan visi demokrasi Indonesia. Banyak OMS di Indonesia justru berdiri untuk dapat berkolusi dengan pejabat atau oknum, menekan masyarakat, dan mengambil keuntungan pribadi atas nama demokrasi.
Lantas, apakah OMS masih dibutuhkan masyarakat saat ini? Apakah OMS masih memiliki peran dalam menegakan demokrasi, menjadi gerakan partisipatif yang anti korupsi? Masih, itulah yang Konsil LSM Indonesia perhatikan dalam menyikapi dinamika demokrasi di Indonesia. Konsil LSM Indonesia melihat bahwa deokrasi di Indonesia masih membutuhkan peran dan partisipasi OMS. Namun, akuntabilitas yang seharusnya menjadi bagian dan identitas integral OMS menurut Konsil LSM Indonesia belum terpatri secara masif, dan menjadi prinsip arus utama OMS di Indonesia. Akuntabilitas merupakan suatu kewajiban dalam menjalankan hak-hak berorganisasi OMS, dengan terlaksananya tata kelola dan tata kerja organisasi yang akuntabel, keniscayaan apa yang dianggap buruk dan dikhawatirkan OMS dimata publik akan berubah, masyarakat akan semakin melihat dan merasakan manfaat dari OMS dan memiliki kesadaran akan pentingnya OMS sebagai intrumen demokrasi, sebagai wadah pergerakan dan ruang ektualisasi masyarakat.
Lantas, bagaimanakah akuntabilitas menurut Konsil LSM Indonesia? Dan bagaimanakah LSM menjalankan organisasinya supaya akuntabel. Menjawab hal tersebut, Konsil LSM Indonesia menyusun buku Standar Akuntabilitas LSM, dalam buku tersebut, Konsil LSM Indonesia menakankan 7 prinsip akuntabilitas, secara sederhana ketujuh Standar Minimal Akuntabilitas LSM tersebut seperti berikut:
Standar 1 : Tata pengurusan yang baik
Standar 2: Manajemen staf yang profesional
Standar 3: Manajemen keuangan yang terbuka dan terpercaya
Standar 4: Partisipasi Bermakna Masyarakat Dampingan dalam Pengambilan Keputusan Strategis
Organisasi
Standar 5: Penanganan pengadua
Standar 6: Transparansi informasi
Standar 7: Pencegahan konflik kepentingan
Buku ini ditulis untuk digunakan oleh Pengurus (Board), Manajemen, dan Staf dari anggota Konsil
LSM Indonesia dan diharapkan dapat digunakan oleh Board, Manajemen dan Staf dari komunitas LSM di Indonesia pada umumnya.
Dengan menerapkan 7 standar minimal tersebut, Konsil LSM Indonesia meyakini akan menjawab semua kegelisahan dan citra negative yang melekat pada OMS di Indonesia.
Ikuti terus seri artikel #DynamicAccountability, kami akan memaparkan satu persatu standar minimal akuntabilitas menurut Konsil LSM Indonesia.
Next Article:
Tata pengurusan yang baik