BerandaBerita UmumPedulikah LSM di Indonesia Terhadap Kepentingan-kepentingan Terbaik bagi Anak?

Pedulikah LSM di Indonesia Terhadap Kepentingan-kepentingan Terbaik bagi Anak?

“Memperingati hari anak nasional yang jatuh setiap tanggal 23 Juli, Konsil LSM Indonesia dengan bahagia mengucapkan Selamat Hari Anak Internasional.”

Setiap tanggal 23 Juli merupakan hari yang istimewa bagi anak-anak Indonesia, sebab tanggal 23 Juli secara resmi oleh Pemerintah Indonesia dinyatakan sebagai Hari Anak Nasional. Selain sebuah momentum seremonial yang diperingati setiap tahunnya, dibalik perayaan-perayaan seremonial tersebut masih menyimpan sejumlah permasalahan yang masih mendera anak-anak Indonesia. Kasus-kasus eksploitasi seksual, eksploitasi ekonomi, kekerasan, diskriminasi, kekurangan gizi dan nutrisi, Pendidikan hingga radikalisme dan terorisme merupakan sekelumit masalah yang menggambarkan masih terabaikannya hak-hak dan perlindungan anak Indonesia.

Paradigma kalangan aktivis LSM masih melihat permasalahan anak merupakan merupakan tanggung jawab pemerintah, sehingga jari telunjuk langsung tertuju pada pemerintah jika mendapati masalah terkait anak. Hal ini tidaklah salah, karena pemenuhan hak dan perlindungan terhadap anak merupakan bagian dari peran dan tanggung jawab pemerintah. Namun, apakah hanya sebatas meluruskan dan mengarahkan jari telunjuk saja wujud partisipasi kita dalam mendukung terciptanya suatu kondisi yang ideal bagi anak Indonesia?

Menurut data Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia bahwa pada tahun 2018 tercatat lebih dari 300 ribu LSM terdaftar di Indonesia. Jumlah yang fantastis, artinya ,dengan jumlah yang sedemikian besar tersebut LSM di Indonesia seharusnya menjadi kekuatan advokasi yang efektif untuk memperjuangkan hak dan kepentinga terbaik bagi anak. Namun, dari tiga ratus ribu yang terdaftar tidak sampai seperempat yang aktif dan memiliki aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya anak-anak. Selebihnya merupakan LSM-LSM “bodrek” yang oportunis dan pragmatis yang hanya teregistrasi oleh pemerintah untuk tujuan-tujuan KKN. Setidaknya, kita tidak perlu untuk berkecil hati. Bahwa seperempat dari 300 ribu bukanlah kecil, ini jumlah yang besar jika dikonsolidasikan untuk advokasi kepentingan terbaik bagi anak. Namun, persepsi bahwa urusan anak hanya menjadi urusan pemerintah dan LSM yang bergerak pada isu anak masih kuat dikalangan aktivis LSM.

Kebijakan internal organisasi yang tidak memasukan prinsip-prinsip Kepentingan Terbaik untuk Anak sebagai instrument kode etik yang mengikat organisasi masih jamak kita temukan. Hal ini cukup menjadi indikator, bahwa kesadaran dan partisipasi aktif LSM di Indonesia dalam mendukung terciptanya kondisi dan lingkungan yang ideal untuk anak masih sangat minim. LSM masih sibuk dengan fokus isu, urusan dan kepentingannya masing-masing, sehingga internalisasi isu-isu anak sebagai kewajiban organisasinya masih belum populer.

Kepentingan-kepentingan terbaik anak adalah asas hak anak yang berasal dari Pasal 3 Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyatakan bahwa “dalam semua tindakan mengenai anak, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial negara atau swasta, pengadilan hukum, penguasa administratif atau badan legislatif, klausul kepentingan-kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama. Dalam konvensi tersebut, termaktub beberapa aspek yang relevan untuk menentukan kepentingan-kepentingan terbaik anak, seperti yang dijabarkan oleh Komite Hak-Hak Anak PBB, seperti:

  • Pandangan dan aspirasi anak
  • Identitas anak, termasuk umur dan gender, riwayat dan latar belakang pribadi
  • Perawatan, perlindungan dan keamanan anak
  • Kesejahteraan anak
  • Lingkungan keluarga, hubungan dan kontak dengan keluarga
  • Hubungan sosial anak dengan rekan sejawat dan orang dewasa
  • Kerentanan, seperti risiko yang dihadapi anak dan sumber perlindungan, ketahanan dan pemberdayaan
  • Kemampuan dan kapasitas anak yang berkembang
  • Hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan kesehatan dan pendidikan
  • Perkembangan anak dan transisinya menuju kedewasaan dan hidup yang independen
  • Kebutuhan lain yang spesifik

Sejak tahun 2017 Konsil LSM Indonesia mengadopsi Kepentingan-Kepentingan Terbaik bagi Anak sebagai salah satu dari 16 Kode Etik LSM. Sehingga Konsil LSM Indonesia terikat secara kelembagaan maupun perorangan (staf, pengurus dan anggota) untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan terbaik bagi anak dalam setiap aktivitas dan kegiatan oraganisasi maupun individual.

Hal ini terlihat sepele, tetapi merupakan bentuk komitmen dan tindakan praktis dalam mendukung cita-cita terpenuhinya asas hak anak di Indonesia. Tentu Konsil LSM Indonesia bukanlah satu-satunya LSM yang menjadikan Kepentingan-Kepentingan terbaik Anak sebagai Kode Etik atau peraturan Organisasinya. Banyak LSM yang sudah menerapkan, namun masih jauh lebih sedikit dibandingan dengan ratusan ribu LSM yang sudah terdaftar di Indonesia.

Dampak yang sangat positif akan tercipta jika LSM-LSM sudah mulai menyadari bahwa kepentingan-kepentingan terbaik bagi anak sudah saatnya menjadi bagian dari kode etik atau peraturan organisasinya. Mulai dari dampak bagi seluruh pengurus organisasi yang memiliki anak; dampak edukatif bagi masyarakat yang menjadi benefiseries atau penerima manfaat organisasi; dampak terselenggaranya konsesus aktivitas organsiasi yang ramah anak; dampak masif advokasi yang mendorong terciptanya kondisi ideal untuk anak, dan menjadikan persepsi kuat, bahwa segala polemik dan permasalahan terkait anak tidak hanya menjadi masalah pemerintah atau LSM yang bergerak pada isu anak. Sehingga ketika kita mengacungan dan mengarahkan jari telunjuk kita terkait isu anak, tidak hanya pengarah pada pemerintah, LSM  anak, tetapi juga mengarah pada diri kita sendiri. Lalu pertanyaannya apakah kita sudah menjadikan kepentingan terbaik untuk anak sebagai kepentingan organsiasi kita juga, dan apa yang sudah organisasi kita lakukan untuk kepentingan terbagik bagi anak? Seperti pepatah melayu yang populer, “ketika seseorang mengarahkan jari telunjuknya pada orang lain, pada saat itu juga jari-jari yang lain menunjuk pada muka kita sendiri.

Dan, pertanyannya bukanlah seberapa siapkah LSM-LSM di Indonesia untuk menjadikan isu anak kewajiban organisasi, tetapi seberapa pedulikah organisasi kita pada kepentingan-kepentingan terbaik bagi anak?

Untuk bergabung dan informasi terkait Konsil LSM Indonesia, silahkan hubungi +6281318333869 (Whastapp Only)

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Kelemahan Aparat Penegak Hukum dalam Implementasi UU PKDRT

Penulis: Nadia RosdiantiSelama kurang lebih 20 tahun, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun...

RUU Penyiaran dan Kebebasan Pers di Indonesia

Belakangan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh...

Penting! Advokasi di Swakelola Tipe III

Jakarta (10/1/2024). Advokasi menjadi bagian yang sangat penting ketika para OMS sudah mengawal dari...

Ini Hasil Survey Organisasi Masyarakat Sipil di 35 Provinsi

(Eksistensi organisasi mengacu kepada prasyarat dasar organisasi seperti legalitas, struktur, laporan keuangan dan kegiatan)Liputan6.com,...