Tempo.co | Selasa, 11 Maret 2014
Jakarta – Dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Surya Tjandra mengatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan punya aturan detil tentang syarat pendirian hingga tugas sebuah ormas. Menurut dia, aturan ini tentu menyulitkan ormas.
“Kalau saja suatu ormas kurang memenuhi syarat sedikit saja dan tugas yang tertera dalam undang-undang, maka ormas itu bisa dianggap ilegal,” kata Surya kepada wartawan usai menjadi ahli dalam lanjutan sidang pengujian Undang-Undang Ormas di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 11 Februari 2014.
Surya menilai pemerintah ingin mengatur seluruh gerak-gerik ormas di Indonesia. Bahkan, undang-undang ini sangat berisiko disalahgunakan pemerintah.
Sasarannya, kata Surya, tentu ormas yang kritis terhadap pelanggaran yang dilakukan pemerintah dan pejabat negara. Termasuk di dalamnya lembaga swadaya masyarakat antikorupsi, pendukung buruh, pengawas anggaran dan lainnya.
“Jadi, kemungkinan akan diskriminatif. Mana ormas yang bisa merugikan pemerintah akan dipilih dan dicap ilegal, atau minimal tak bisa kena sanksi pidana,” kata dia. “Solusinya, Undang-Undang Ormas harus dibatalkan.”
Rancangan Undang-Undang Ormas disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa, 2 Juli 2013. Menurut Ketua Panitia Khusus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain, ada delapan pasal yang diubah.
“Perubahan ini setelah Pansus RUU Ormas berdialog dengan sejumlah petinggi ormas yang menentang keberadaan RUU ini,” kata Malik.
RUU ini disahkan melalui voting setelah tidak menemukan mufakat. Dari sembilan fraksi yang ada, tiga di antaranya menolak atau meminta pengesahan diundur sampai menghasilkan rancangan yang sesuai dengan keinginan mayoritas ormas. Tiga fraksi itu Partai Amanat Nasional, Gerindra, dan Hanura.
INDRA WIJAYA