BerandaBerita UmumSejarah Tersusunnya United Nation Guideline Principles (UNGPs) on Bussines and Humanright

Sejarah Tersusunnya United Nation Guideline Principles (UNGPs) on Bussines and Humanright

UNGPs Bussines and Humanright di tingkat Global

Prinsip- Panduan Bisnis dan HAM/UN Guiding Principles on Bussines and Human Right (UNGPs) ini disusun untuk menjembatani pertentangan yang cukup keras antara para penggiat HAM dengan kalangan koorporasi. Isu terkait operasi dari koorporasi dengan pelanggaran HAM sudah muncul di era tahun 1990an bersamaan dengan ekspansi perusahaan-perusahaan transnasional. Hal ini menimbulkan polemik berkepanjangan dan sulit ditemukan titik tengahnya bahkan oleh Komisi HAM di PBB sekalipun.  Kemudian pada tahun 2005 Sekertaris Jenderal PBB menunjuk seorang perwakilan khusus, Prof John Gerard Ruggie untuk menyusun sebuah kerangka dasar yang dapat mempertemukan antara kepentingan bisnis dan Hak Asasi Manusia. Pada tahun 2008, Prof Ruggie berhasil mengembangkan kerangka untuk untuk Bisnis dan HAM. Kerangka ini terdiri dari 3 (tiga) pilar yang masing-masing menunjukan peranan dari setiap stakeholder yang terkait yaitu Pilar Perlindungan, Pilar Penghormatan, dan Pilar Pemulihan.

Pada bulan Juni 2011, seluruh anggota Dewan HAM PBB secara aklamasi menyetujui kerangka yang disusun oleh Prof. J.G Ruggie dan kemudian disyahkan menjadi Prinsip-prinsip Panduan PBB untuk Bisnis dan HAM (selanjutnya disebut Prinsip-prinsip Panduan) /UN Guiding Principles on Bussines and Human Right (UNGPs).

Diskursus di tingkat global yang saat ini terjadi adalah kemungkinan untuk mendorong penerapan prinsip-prinsip bisnis dan HAM dari yang sifatnya voluntary menjadi mandatory.    Pada akhir sesi ke-26 pertemuan Dewan HAM PBB pada tanggal 26 Juni 2014, Dewan HAM mengadopsi resolusi 26/9  yang memutuskan “untuk membentuk kelompok kerja antar-pemerintah terbuka pada perusahaan transnasional dan perusahaan bisnis lainnya yang berkaitan dengan hak asasi manusia, yang mandatnya  untuk menguraikan instrumen internasional yang mengikat secara hukum untuk mengatur, dalam hukum hak asasi manusia internasional, kegiatan perusahaan transnasional dan perusahaan bisnis lainnya.”[1]   Sampai sekarang kelompok kerja tersebut masih berproses menyelesaikan mandatnya.

 

UNGPs Bussines and Humanright Di Indonesia

Pada tahun 2011, bersamaan dengan diadopsinya Prinsip-prinsip Panduan, Dewan Hak Asasi Manusia juga membentuk Kelompok Kerja Bisnis dan Hak Asasi Manusia dengan tugas utama untuk mendorong implementasi dan diseminasi Prinsip-prinsip Panduan, mengidentifikasi dan bertukar praktik-praktik yang baik, membantu membangun kapasitas institusional negara-negara berkembang dan usaha kecil/menengah, dan memberikan rekomendasi lebih lanjut kepada Dewan (Giacca, 2014 dalam ELSAM dan Komnas HAM, 2017).[2]

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam forum Bisnis dan HAM

Indonesia sebagai salah satu negara besar tempat beroperasinya berbagai macam perusahaan transnasional memiliki kepentingan yang sangat signifikan terhadap pelaksanaan Prinsip-prinsip Panduan ini.    Hal ini kemudian mendorong inisiatif dari beberapa organisasi masyarakat sipil untuk mendorong UNGPs on Bussines and Humanright walaupun sifatnya voluntary agar memiliki kerangka landasan hukum yang jelas.  Komnas HAM kemudian berinisiatif menyusun Penyusunan RAN Bisnis dan HAM Bersama dengan ELSAM.  Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang meluncurkan RAN Bisnis dan HAM yang diinisiasi National Human Rights Institutions (NHRIs) serta organisasi masyarakat sipil. Peluncuran dilakukan oleh Komnas HAM bersama ELSAM pada 16 Juni 2017 melalui Peraturan Komnas HAM No.1 Tahun 2017 tentang Pengesahan Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM yang sudah dicatat dalam lembaran negara no. 856.[3]

Kendatipun RAN Bisnis dan HAM sudah disusun namun karena baru sebatas Perkomnas HAM yang berlaku di internal Komnas HAM dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang terkait dengan koorporasi.   RAN HAM dan Bisnis seyogyanya dikeluarkan oleh pemeritah yang juga memiliki determinasi yang cukup kuat kepada koorporasi.  Untuk melakukan konsolidasi di tingkat pemerintah kemudian ditunjuklah Focal Point Bussines and Humanright yaitu Bapak Prabianto dari Kementerian Koordinator Perekonomian yang memiliki tugas selain melakukan konsolidasi juga mendorong adanya RAN Bisnis dan HAM yang disyahkan dengan Peraturan minimal setingkat Peraturan Presiden.   Diskursusnya saat ini antar lembaga pemerintah  adalah apakah RAN HAM Bisnis dan HAM akan menjadi satu dokumen tersendiri atau diintegrasikan dengan RAN HAM dan diskursus tersebut masih didiskusikan sampai dengan saat ini.

 ================================================================

Daftar Pustaka :

[1] http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/HRC/WGTransCorp/Pages/IGWGOnTNC.aspx

[2] Ibid, hlm. 112

[3] Aji, Sekar Banjaran. (2017). Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM Pintu Masuk Implementasi UNGPs di Indonesia. Diambil dari: http://elsam.or.id/2017/06/rencana-aksi-nasional-bisnis-dan-ham-pintu-masuk-implementasi-ungps-di-indonesia/ (30 Oktober 2017)

– Fitri Soenarto –

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Kelemahan Aparat Penegak Hukum dalam Implementasi UU PKDRT

Penulis: Nadia RosdiantiSelama kurang lebih 20 tahun, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun...

RUU Penyiaran dan Kebebasan Pers di Indonesia

Belakangan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh...

Penting! Advokasi di Swakelola Tipe III

Jakarta (10/1/2024). Advokasi menjadi bagian yang sangat penting ketika para OMS sudah mengawal dari...

Ini Hasil Survey Organisasi Masyarakat Sipil di 35 Provinsi

(Eksistensi organisasi mengacu kepada prasyarat dasar organisasi seperti legalitas, struktur, laporan keuangan dan kegiatan)Liputan6.com,...