Pembicaraan mengenai kontrol ketat terhadap masyarakat sipil, tidak hanya terjadi di Mesir seperti yang dibicarakan disini. Telah ada suatu trend, bagaimana negara-negara di Asia berusaha untuk mengatur organisasi masyarakat sipil, yang membatasi ruang gerak mereka.
Pada 13 Juli 2015, parlemen Kamboja meloloskan legislasi yang dimana LSM dapat dibubarkan apabila aktivitas mereka membahayakan perdamaian, stabilitas, dan keteraturan atau keamanan nasional pada masyarakat Kamboja.
Tahun kemarin, kementrian dalam negeri India juga membekukan rekening bank dari LSM Greenpeace India, melarang para aktivitas untuk melakukan penerbangan ke luar negeri, dan mengawasi dana hibah dari Ford Foundations. Meskipun pada Maret 2016, Ford Foundation telah dihapuskan dari “watch list” pemerintah, yang bisa mengancam keamanan nasional, namun masih ada 15 lsm internasional pada list tersebut.
Baru-baru ini Pemerintah Tiongkok juga meloloskan aturan kontroversial pada 28 April 2016 dimana LSM Asing yang beroperasi di Tiongkok akan dilakukan pemeriksaan sebelum mereka melakukan aktivitas di Tiongkok. Aturan ini akan berlaku pada 1 Januari 2017, dan diperkirakan akan berdampak pada 7000 LSM. Seluruh LSM Internasional yang beroperasi, harus mendapatkan izin dari Kementrian terkait terlebih dahulu. Pemerintah Tiongkok mengatakan hal ini dilakukan untuk mengklarifikasi bagaimana LSM Internasional beroperasi di Tiongkok, akan tetapi disisi lain, hal ini menunjukan tanggapan dari pemerintah akan Pengaruh Barat di Masyarakat Tiongkok.
Pola yang terjadi adalah bagaimana Pemerintah melihat LSM sebagai organisasi yang akan mengancam keamanan nasional dan stabilitas maupun perdamaian yang terjadi di Negara tersebut. Bukankah LSM justru menjadi ruang untuk mendorong perubahan sosial untuk mewujudkan negara yang lebih demokratis. Setelah melihat fenomena yang terjadi pada LSM di berbagai negara di Asia ini, lalu apa selanjutnya?
Lebih lengkapnya silahkan klik…