BerandaBerita UmumMengakhiri kekurangan gizi anak - merupakan prioritas internasional dan nasional

Mengakhiri kekurangan gizi anak – merupakan prioritas internasional dan nasional

malnutrion

On April 17 2016, global development leaders gathered in Washington, DC. to discuss a framework for how policy makersa nd advocates can eradicate malnutrition.

‘Stunted children today means stunted economies tomorrow.’African Development Bank President, Akin Adesina, said about Investing in Nutrition, the study and framework co-authored by the World Bank and R4D Institute, which establishes the importance of nutrition as a foundational part of development.

“If I had to pick one investment that I could make that would be the most impactful, that would be nutrition,” said Bill Gates, the keynote speaker. That’s because investments in early nutrition last a lifetime and there is strong evidence to show that better early nutrition for children results in higher earnings later in life and contributes to overall economic growth.

Every year, almost half of child deaths under age five are attributable to under nutrition. One quarter of all children around the world – 159 million – are stunted, the most common result of poor nutrition.This is a serious issue in Indonesia, where there is a medium to very high occurrence in all provinces. Even in Yogyakarta, the province with the lowest prevalence, stunting affects 23 per cent of children under five years of age. Seven provinces have very high prevalence (40 per cent or more), whilst 17 provinces have high prevalence (30-39 per cent). More than half the children (58 per cent) in NTT are stunted.

Stunting means that children’s bodies and brains have not grown to their full potential.  This puts them at a major disadvantage in learning and acquiring life skills before they even set foot in school.  This unequal start continues throughout their lives.  Studies show that stunting in young children is closely associated with poor educational performance, reduced years of schooling and lower incomes as adults.

But stunting is a problem that can be solved. Political commitment at the highest level, the right resources and the right interventions have been key to the success of countries like Peru, which has reduced rates of stunting by half over just seven years. Senegal, for example, has brought its childhood stunting rates down from 30 percent in 2000 to about 19 percent today.

In 2012, the World Health Assembly adopted six global targets for nutrition: for stunting, breastfeeding, anemia, wasting, low birthweight and overweight. The Investing in Nutrition report focuses on the first four targets, where evidence is the strongest. It maps out how much investment would be needed across all Lower Middle Income Countries (including Indonesia) to attain these targets and where those resources could come from.  By mobilizing an additional $2.2 billion a year for ten years towards nutrition, a package of the cost-effective and scalable ‘priority interventions’, could be implemented immediately, according to the analysis. This would result in 2.2 million fewer child deaths and 50 million fewer stunted children by 2025.  This priority package includes measures like improved infant and young child nutrition and antenatal nutrient supplementation during pregnancy.
The report also finds that for a more ambitious investment of $7 billion annually, the four costed targets could be fully achieved, with 3.7 million fewer child deaths and 65 million fewer stunted children by 2025.  Stunting is the biggest driver on both the health and economic sides of this equation. Moving the needle on that is crucial and would bring an enormous payoff in terms of lives transformed and countries’ increased economic competitiveness.

How does this get paid for? The report proposes a ‘global solidarity approach’ to financing nutrition through to 2025.  For the first five years, international resources would need to be scaled up, allowing time for developing countries to mobilize domestic resources at levels proportional to their ability to pay.  After five years, countries would pick up an increasing share of the investment, which is essential for sustainability.

Equally crucial are innovative sources of financing, like the Power of Nutrition, and the Global Financing Facility (GFF), focused on women and children. Marie Claire Bibeau, Canadian Minister for International Development and a strong supporter of the GFF, said: “If you want to support the most vulnerable, you have to start at the foundation: nutrition. But if you want to support the most vulnerable, you also have to focus on women and girls.”

The World Bank, supports this focus. It views early nutrition as integral to supporting the optimal growth and development of children in the earliest years. As President Jim Young Kim stated “Competing in today’s digital economy requires a workforce with well-developed brains. Governments that don’t invest in a skilled, healthy, productive workforce are harming their future prospects to compete in the global economy.The World Bank has committed to convening Finance Ministers at its Annual Meetings in October 2016 to discuss these issues and agree on how to scale-up action.

*This article is based on one from submitted by Tim Evans on 05/09/2016, from the World Bank health team, follow on Twitter: @WBG_Health

*The UNICEF Issues Brief, here, was the source of Indonesian data and provides additional information about the Indonesian context and Action Plans for Effective Nutrition Intervention at national and district levels.

Pada tanggal 17 April 2016, para pemimpin pembangunan global berkumpul di Washington, DC. untuk membahas kerangka kerja mengenai bagaimana para pembuat kebijakan dan pendukung dapat memberantas malnutrisi.

‘Pertumbuhan anak yang terhambat hari ini berarti pertumbuhan ekonomi yang terhambat besok. “African Development Bank Presiden, Akin Adesina, mengatakan tentang Investing in Nutrion , studi dan kerangka yang ditulis bersama oleh World Bank dan R4D Institute, menetapkan pentingnya gizi sebagai bagian dasar dari pembangunan

“Jika saya harus memilih satu investasi, yang akan saya lakukan adalah memilih investasi yang paling berdampak, yaitu nutrisi” kata Bill Gates, pembicara utamaHal tersebut dikarenakan investasi dalam proses penerimaan gizi diawal akan berlangsung seumur hidup dan telah ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa proses pemberian gizi diawal bagi anak-anak akan menghasilkan laba yang lebih tinggi di kemudian hari dan secara keseluruhan berkontribus terhadap pertumbuhan ekonomi.

Setiap tahun, hampir setengah dari kematian anak di bawah usia lima tahun disebabkan oleh kekurangan gizi. Seperempat dari semua anak di seluruh dunia – 159 juta – mengalami pertumbuhan yang terhambat, hasil yang paling umum yang diakibatkan oleh gizi buruk. Hal ini adalah masalah serius di Indonesia, di mana tingkat kejadian dari menengah sampai sangat tinggiterjadi seluruh provinsi. Bahkan di Yogyakarta, provinsi dengan prevalensi terendah, pertumbuhan yang terhambat mempengaruhi 23 persen dari anak-anak di bawah usia lima tahun. Tujuh provinsi memiliki prevalensi yang sangat tinggi (40 persen atau lebih), sementara 17 provinsi memiliki prevalensi tinggi (30-39 persen). Lebih dari separuh anak-anak (58 persen) di NTT memiliki pertumbuhan yang terhambat.

Pertumbuhan yang terhambat berarti bahwa tubuh anak-anak dan otak belum berkembang dengan potensi penuh mereka. Hal ini menempatkan mereka pada kerugian besar dalam belajar dan memperoleh keterampilan hidup bahkan sebelum mereka dapat menginjakkan kaki di sekolah. Permulaan yang tidak sama ini terus berlanjut sepanjang hidup mereka. Studi menunjukkan bahwa Pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak sangat erat kaitannya dengan kinerja pendidikan yang buruk, mengurangi tahun sekolah dan pendapatan yang lebih rendah saat dewasa.

Tapi permasalahan mengenai pertumbuhan yang terhambat dapat diselesaikan. Komitmen politik di tingkat tertinggi, sumber daya yang tepat dan intervensi yang tepat telah menjadi kunci keberhasilan negara-negara seperti Peru, yang telah mengurangi tingkat keterhambatan pertumbuhan ini setengah lebih dalam waktu tujuh tahun. Senegal, misalnya, telah membawa tingkat pertumbuhan yang terhambat ini turun dari 30 persen pada tahun 2000 menjadi sekitar 19 persen hari ini.

Pada tahun 2012, Majelis Kesehatan Dunia mengadopsi enam target global untuk gizi, yaitu pertumbuhan yang terhambat, menyusui, anemia, kelemahan gerak otot, lahir dengan berat yang kurang dan kelebihan berat badan. Laporan dari investasi gizi berfokus pada empat sasaran pertama, di mana yang memiliki bukti yang terkuat. Ini memetakan berapa banyak investasi akan dibutuhkan di semua Negara Penghasilan Tengah Bawah (termasuk Indonesia) untuk mencapai target tersebut dan darimanaana sumber daya bisa didapatkan . Dengan memobilisasi tambahan $ 2,200,000,000 pertahun selama sepuluh tahun terhadap gizi, paket biaya yang efektif dan dapat dipertimbangkan yaitu ‘intervensi prioritas’, bisa segera dilaksanakan, berdasarkan analisis. Hal ini akan mengakibatkan 2,2 juta lebih sedikit kematian anak dan 50 juta lebih sedikit anak terhambat pada tahun 2025. Paket prioritas ini mencakup langkah-langkah seperti pemberian gizi terhadap anak-anak ditingkatkan semenjak bayi dan pemberian suplemen gizi antenatal selama kehamilan.

Laporan ini juga mengungkap bahwa untuk investasi yang lebih ambisius, yaitu $ 7 miliar per tahun, biaya untuk empat target yang dihitung bisa sepenuhnya tercapai, dengan 3,7 juta lebih sedikit kematian anak dan 65 juta lebih sedikit anak terhambat pada tahun 2025. Stunting (Pertumbuhan anak yang terhambat/Kerdil ) adalah pendorong terbesar pada kesehatan maupun ekonomi di kedua sisi. Pendorong yang dimaksud menjadi pergerakan yang sangat penting karena akan membawa hasil yang sangat besar dalam hal perubahan kehidupan dan peningkatan daya saing perekonomian negara.
Bagaimana untuk membayar hal ini? Laporan ini mengusulkan sebuah “pendekatan global yang solidaritas” untuk pembiayaan gizi melalui 2025. Selama lima tahun pertama, sumber internasional perlu ditingkatkan, sehingga waktu untuk negara-negara berkembang untuk memobilisasi sumber daya domestik pada tingkat tertentu dapat sebanding dengan kemampuan mereka untuk membayar. Setelah lima tahun, negara akan mengambil meningkatnya pangsa investasi, yang penting untuk keberlanjutan.

Sama pentingnya adalah sumber inovasi pembiayaan, seperti Kekuatan Gizi , dan Fasilitas Pembiayaan global (GFF), difokuskan pada wanita dan anak-anak. Marie Claire Bibeau, Menteri Kanada untuk Pembangunan Internasional dan pendukung kuat dari GFF, mengatakan: “Jika Anda ingin mendukung yang paling rentan, Anda harus mulai dari dasar: gizi. Tetapi jika Anda ingin mendukung yang paling rentan, Anda juga harus fokus pada perempuan dan anak perempuan. ”

Bank Dunia, mendukung fokus ini. Ini dilihat gizi awal sebagai sistem yang tidak terpisahkan dalam mendukung pertumbuhan optimal dan perkembangan anak-anak di tahun-tahun awal. Sebagaimana Presiden Jim Young Kim menyatakan”Bersaing di ekonomi digital saat ini membutuhkan tenaga kerja dengan otak berkembang dengan baik. Pemerintah yang tidak berinvestasi dalam, tenaga kerja sehat, produktif dan terampil akan merugikan prospek masa depan mereka untuk bersaing dalam ekonomi global. “Bank Dunia telah berkomitmen untuk mengadakan Pertemuan Para Menteri Keuangan pada Rapat Tahunan pada bulan Oktober 2016 untuk membahas masalah ini dan menyepakati bagaimana tindakan akan ditingkatkan.

* Artikel ini didasarkan pada salah satu isu dari yang diajukan oleh Tim Evans pada 2016/05/09, dari tim kesehatan Bank Dunia, ikuti dalam akun Twitter: @WBG_Health

**Isu UNICEF secara singkat, disini, adalah sumber data di Indonesia yang mmberikan informasi tambahan tentang Rencana Aksi Pemberian Gizi Efektif di tingkat kabupaten dan nasional.

 

                    

 

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Kelemahan Aparat Penegak Hukum dalam Implementasi UU PKDRT

Penulis: Nadia RosdiantiSelama kurang lebih 20 tahun, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun...

RUU Penyiaran dan Kebebasan Pers di Indonesia

Belakangan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh...

Penting! Advokasi di Swakelola Tipe III

Jakarta (10/1/2024). Advokasi menjadi bagian yang sangat penting ketika para OMS sudah mengawal dari...

Ini Hasil Survey Organisasi Masyarakat Sipil di 35 Provinsi

(Eksistensi organisasi mengacu kepada prasyarat dasar organisasi seperti legalitas, struktur, laporan keuangan dan kegiatan)Liputan6.com,...