Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Depdagri Sudarsono Hardjosoekarto mengemukakan, upaya merevisi UU Ormas adalah untuk melindungi organisasi kemasyarakatan dari terorisme dan juga tindakan “pencucian uang atau money laundering”.
“Dalam konteks global seperti sekarang, keberadaan ormas perlu ditata ulang, termasuk berbagai kemungkinan seperti terorisme dan juga upaya pencucian uang,” kata Sudarsono di Tokyo, Senin.
Dirjen Kesbangpol berada di Jepang memimpin sejumlah ormas Indonesia untuk mengisi kegiatan dalam Indonesian Festival 2008 di Tokyo serta mengembangkan kegiatan kerja sama dengan ormas dan LSM Jepang.
Ia mengemukakan, sudah saatnya ormas mengevaluasi diri dan juga bersifat terbuka di hadapan publiknya sendiri mengenai kegiatan yang dilakukannya. Jadi revisi UU Ormas adalah justru untuk menjamin akuntabilitas dan kredibilitas ormas itu sendiri.
Menyinggung soal terorisme dan money laundering (pencucian uang) sekedar untuk menutupi “kontrol” pemerintah terhadap ormas ataupun LSM, Dirjen dengan diplomatis mengatakan, perlunya ormas menata dirinya sendiri secara tertib sejalan dengan ketentuan hukum dan perkembangan yang ada.
Menurut dia, selama ini masih ada beberapa pasal yang secara operasional tidak relevan lagi, misalnya aturan mengenai mekanisme penerimaan bantuan dana dari luar negeri dan hubungan antara lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing dengan yang ada di dalam negeri.
“Selama ini, tidak ada mekanisme pelaporan mengenai penerimaan dana dari luar negeri,” katanya.
Mantan Dirjen Otonomi Daerah Depdagri itu pun menjelaskan bahwa saat ini banyak ormas ataupun LSM yang melakukan kerja sama dengan luar negeri, sehingga perlu dijaga agar ormas tetap memberikan manfaat buat masyarakat lokal.
Dalam kehidupan politik, ujarnya, terlebih menjelang pemilu seperti yang sedang terjadi saat ini, kedatangan pemantau pemilu asing ke Indonesia harus betul-betul membuktikan perannya sebagai pengamat.
“Disinilah ormas nasional bisa berpartisiasi dengan menjadi pedamping bagi pemantau-pemantau pemilu asing itu. Jadi sudah saatnya juga ormas ikut berperan dalam pendidikan politik nasional,” kata Sudarsono lagi.
Undang-Undang No.8/1985 tentang Organisai Massa juga tidak mengatur secara jelas mengenai pembekuan dan pembubaran ormas.
Keberatan
Namun demikian, sejumlah ormas dan LSM menaruh curiga terhadap usulan revisi UU ormas, yang menurut mereka tetap mengandung nuansa kontrol represif ala Orde Baru. Misalnya soal “wadah tunggal” bagi LSM yang akan mengurusi soal registrasi, pembekuan dan penyaluran dana LSM.
Alasan untuk menindak berbagai kekerasan yang dilakukan ormas juga bisa menjadi bumerang bagi Depdagri sendiri yang kini mengklaim sudah mengubah paradigma dan menjunjung kebebasan berserikat dan berekspresi.
RUU Ormas yang diusulkan Depdagri kini masih dalam pembahasan di DPR karena sudah masuk dalam daftar Prolegnas 2008, dan akan menjadi payung bagi keberadaan organisasi sosial dan perkumpulan. (*)
Sumber:Â Antara