BerandaBerita UmumFilantropi Komunitas sebagai Aset, Kapasitas dan Kepercayaan

Filantropi Komunitas sebagai Aset, Kapasitas dan Kepercayaan

Funding from International Donor is the life resource for development actor, not only NGOs but also government agency. Because for government agency if they only depend on the National Budget, the development goal will be hard to achieve. Meanwhile for NGOs, International Donor is the only way for support all the activities in certain program, besides to achieve the NGO’s vision and mission but also to achieve the development goals.

The NGO are non-profit organisations, that is why all the operational were support by the donor mainly international donor. This is make the stereotype that NGOs are foreign hands, standing on the foreign side to interfere state sovereignty. Several step were taken by states to prevent the intervention happened, as what happened in Russia, Egypt, China, and maybe Indonesia. They did release a statement or a regulation to limit the movement of civil organisations.

In the other side, too dependent on International Donor created a civil society sector that lives from project to project and sometimes are not suitable for the grassroots movements. That is why NGOs need to find new strategy, that doesn’t cause dependency but a sense of belonging, which is public participation. Strengthening the local resource from public participation can be a great alternative for NGO to keep working and always giving a positive contribution for the development goals. The idea of public participation as community philanthropy has been an idea since 1908, today NGOs do ‘this idea’ for keep working with a unique way.

Local philanthropy model can be develop with some ways, first of all, the local philanthropy  is a culture, especially local giving by ordinary people as an asset. This is a critical strategy for growing local ownership and participation. Building a local support base is about building a local constituency for civil society action, getting people to think, engage with and care about a cause. Next, Community philanthropy organisations deliberately use grants to local groups as a way to strengthen and invest in the community around them, to feed the pipeline and strengthen the capacities of organic, people-led action, and in that sense, they are often not “specialists” working on a particular issue but rather work holistically responding to a range of different issues that their community might encounter. And finally, at a very profound level, community philanthropy organisations are building trust within, between and among the communities they serve, and togetherness building a mutual accountability

In Indonesia, public support are raising more than ever because of the digital crowdfunding trend are expanding. Currently, Konsil also are developing a crowdfunding site for NGO Sustainability. In the international level, the community philanthropy are holding the first International Summit on December 1st – 2nd, 2016 in Johannesburg Global Summit on Community Philanthropy.


Pendanaan dari Donor Internasional adalah sumber daya bagi hidupnya aktor-aktor pembangunan, tidak hanya LSM tetapi juga badan-badan pembangunan pemerintah. Karena jika hanya mengandalkan dari APBN, tujuan pembangunan yang ditetapkan sulit untuk dicapai. Sementara bagi LSM, donor internasional lah satu-satunya jalan untuk membiayai berbagai kegiatannya dalam program-program tertentu, selain untuk mencapai visi dan misi organisasi juga tentu sejalan dengan tujuan pembangunan negara.

LSM adalah organisasi non-profit sehingga seluruh operasional dibiayai dan/atau didukung oleh sumber daya donor internasional. Hal ini membuat berbagai streotype bahwa LSM adalah kaki tangan asing, berpihak pada kepentingan asing untuk mengintervensi negara. Bukan hal yang baru ketika negara mengeluarkan pernyataan atau bahkan peraturan dalam mengatur mekanisme pendanaan ini, untuk mencegah terjadinya intervensi terhadap negara, sebagaimana yang terjadi di Rusia, Mesir, Cina, dan mungkin Indonesia.

Melihat dari sisi lain, bahwa dukungan dari donor Internasional telah membuat sektor masyarakat sipil hidup dari satu program tertentu ke program lainnya, dengan tingkat ketergantungan yang tinggi dan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi akar rumput. Untuk itu LSM perlu mencari strategi baru, yang tidak menimbulkan rasa ketergantungan tetapi kepemilikan bersama, yaitu partispasi publik. Menguatkan sumber daya lokal dari partisipasi publik menjadi pilihan bagi LSM untuk bisa terus bekerja dan berkontribusi positif bagi agenda pembangunan.

Isu mengenai partisipasi publik sebagai filantropi komunitas telah digulirkan sejak tahun 1908, dan saat ini berbagai LSM menggunakan cara ini untuk tetap bisa bekerja dengan karakteristik yang cara bekerja yang unik.

Model pengembangan filantropi lokal tentu dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama-tama, budaya filantropi lokal bahwa untuk memberi dapat dilakukan oleh ‘orang biasa’ sebagai suatu aset. Hal ini menunjukan strategi kritis untuk menumbuhkan kepemilikan dan partisipasi lokal. Dalam membangun dukungan lokal, adalah cara mengajak masyarakat untuk berfikir, terlibat, peduli dan melakukan aksi tentang apa yang terjadi.  Selanjutnya, dengan filantropi lokal adalah cara untuk memperkuat dan mengiventasi komunitas disekitar mereka dengan kapasitasnya, meski mereka bukan seorang ‘ahli’ tetapi dapat bekerja secara holistik dalam merespon isu-isu yang beragam. Serta filantropi lokal dapat membangun kepercayaan, diantara komunitas, sumber-sumber daya yang digunakan dan bersama-sama membangun akuntabilitas.

Di Indonesia sendiri, dukungan dari publik semakin tinggi semenjak trend digital crowdfunding meluas. Konsil sendiri sedang mengembangkan digital crowdfunding bagi keberlanjutan LSM. Pada level internasional gerakan filantropi lokal ini akan menggelar International Summit pertama pada 1-2 Desember 2016 di Johannesburg pada Global Summit on Community Philanthropy.

See More :

https://www.theguardian.com/global-development-professionals-network/2016/nov/29/community-philanthropy-a-brave-new-model-for-development-funding

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Kelemahan Aparat Penegak Hukum dalam Implementasi UU PKDRT

Penulis: Nadia RosdiantiSelama kurang lebih 20 tahun, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun...

RUU Penyiaran dan Kebebasan Pers di Indonesia

Belakangan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh...

Penting! Advokasi di Swakelola Tipe III

Jakarta (10/1/2024). Advokasi menjadi bagian yang sangat penting ketika para OMS sudah mengawal dari...

Ini Hasil Survey Organisasi Masyarakat Sipil di 35 Provinsi

(Eksistensi organisasi mengacu kepada prasyarat dasar organisasi seperti legalitas, struktur, laporan keuangan dan kegiatan)Liputan6.com,...