BerandaBerita UmumPerempuan dalam Pasar Bebas

Perempuan dalam Pasar Bebas

Buletin Perempuan Bergerak
Buletin Perempuan Bergerak

Kalyanamitra kembali menerbitkan Buletin Perempuan Bergerak edisi Oktober – Desember 2013. Tema edisi kali ini adalah “Perempuan Dalam Pasar Bebas”. Berikut intisari dari buletin tersebut :

REMBUG PEREMPUAN
Dimana Posisi Perempuan dalam Pasar Bebas?
Negara seharusnya dapat diharapkan berperan dalam pengendalian pasar bebas. Justru dia terbawa arus dan tunduk pada kemauan pasar bahkan mendukung terjadinya pasar bebas. Dukungan tersebut dapat dilihat bagaimana Indonesia menjadi tuan rumah Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation/APEC dan Pertemuan Tingkat Menteri, Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) di Bali. Padahal APEC dan WTO jelas-jelas mendorong kompetisi terbuka yang melahirkan ketimpangan sehingga makin menyempitnya lahan pertanian rakyat oleh kegiatan industri besar, serta terpinggirnya produk pertanian lokal di pasar domestik oleh produk impor.

FOKUS UTAMA
Perempuan Dalam Pasar Bebas
Pasar bebas ialah pasar dengan struktur yang tidak dikendalikan atau dirancang oleh otoritas (negara). Pasar bebas berbeda dengan pasar yang terkendali atau pasar yang diregulasi oleh kebijakan negara atau ada intervensi dalam hal harga, misalnya. Seluruh sistem ekonomi yang mengacu kepada pasar bebas disebut sistem ekonomi pasar bebas. Meskipun pasar bebas kerap diasosiasikan dengan kapitalisme dalam bahasa atau budaya popular saat ini, namun pasar bebas juga dipraktikkan di negara sosialis dengan berbagai proposal yang berbeda-beda bentuknya.

OPINI
Akhiri WTO Untuk Mengembalikan Hak-Hak Petani Perempuan Indonesia
Dalam sejarahnya, perempuan merupakan penggagas sistem pertanian. Peran perempuan sangat besar mulai dari masa tanam, pemeliharaan, hingga masa panen. Bagi keluarga perempuan petani miskin, hal ini mempunyai andil yang besar dalam mendukung pemasukan subsistensi. Namun sejak produksi berbaur dengan paham patriarkhi yang kemudian diadopsi oleh sistem kapitalisme, maka kekuatan ekonomi, sosial dan politik perempuan berangsur menghilang. Parahnya lagi, arus liberalisasi yang makin kuat telah menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai ‘icon’ baru telah memisahkan sumber daya alam dari mereka yang membutuhkan, termasuk perempuan.

WARTA PEREMPUAN
Posisi Perempuan dalam Pasar Bebas
Dalam dunia yang sudah terlanjur acuh tak acuh ini, perempuan sudah terbiasa diletakkan di bagian-bagian yang sama sekali tidak manusiawi. Perempuan dipaksa menikmati tempat-tempat yang sama sekali tidak memberikan peluang untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang seharusnya. Pasar bebas tidak saja menjadikan perempuan semakin tersingkir, tetapi juga menjadikan perempuan hanya sebagai benda semata.

WARTA KOMUNITAS
Eksploitasi Pasar Bebas di Ranah Rumah Tangga
Pasar bebas diboncengi kekuatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Ini telah berhasil menjerat Indonesia sebagai negara berkembang yang turut meratifikasi Perjanjian-Perjanjian yang dibuatnya. Padahal perjanjian-perjanjian itu perlahan-lahan membunuh bukan hanya jutaan Petani yang dipaksa meninggalkan lahan pertanian mereka, mengubah semua aspek kehidupan, dan menggunakan privatisasi untuk mematahkan kekuatan serikat buruh, namun juga eksploitasi terhadap buruh perempuan secara besar-besaran bahkan masuk ke ranah rumah tangga.

SOSOK
Ari Sunarijati: Berjuang Untuk Buruh
Saya tertarik dengan isu buruh ini melalui proses yang panjang. Awalnya, saya melakukan hal yang biasa, hanya menjalankan peraturan perusahaan yang isinya, seperti peraturan perundangan yang berlaku, sebagai pedoman kerja. Hal ini dianggap oleh teman-teman buruh belum seluruhnya dilaksanakan, misalnya penghitungan upah lembur. Lama-kelamaan, saya makin tahu betapa rentan nasib buruh itu dan tidak mempunyai masa depan. Upahnya tergantung pada kebaikan hati pengusaha (saat itu belum ada peraturan upah minimum).

BEDAH FILM
Perjuangan Buruh Perempuan Untuk Kesetaraan Upah
Kisah buruh merupakan kisah yang dianggap jauh dari sentuhan fiksi layar lebar. Tak banyak penggelut film yang bersedia mengemas kehidupan buruh dengan rinci dan bermakna. Terlebih buruh-buruh yang bekerja di pabrik atau perusahaan tertentu, yang secara sosial jarang sekali terlihat, karena memang jam kerjanya yang padat tanpa celah. Kalaupun beberapa di antaranya hanya menyoroti soal-soal tertentu, dalam sisi cinta, keluarga atau dramatisasi nasibnya sebagai buruh. Mungkin karena profesi ini jarang dibicarakan di masyarakat atau sesuatu yang memang sengaja untuk diabaikan?

Unduh Buletin Perempuan Bergerak

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Kelemahan Aparat Penegak Hukum dalam Implementasi UU PKDRT

Penulis: Nadia RosdiantiSelama kurang lebih 20 tahun, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun...

RUU Penyiaran dan Kebebasan Pers di Indonesia

Belakangan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh...

Penting! Advokasi di Swakelola Tipe III

Jakarta (10/1/2024). Advokasi menjadi bagian yang sangat penting ketika para OMS sudah mengawal dari...

Ini Hasil Survey Organisasi Masyarakat Sipil di 35 Provinsi

(Eksistensi organisasi mengacu kepada prasyarat dasar organisasi seperti legalitas, struktur, laporan keuangan dan kegiatan)Liputan6.com,...