BerandaBerita UmumPILAR PERLINDUNGAN DALAM UNGPs ON BUSSINES AND HUMAN RIGHT BAGIAN 1

PILAR PERLINDUNGAN DALAM UNGPs ON BUSSINES AND HUMAN RIGHT BAGIAN 1

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
Source : www.escr-net.org
Boy – Source : www.escr-net.org

Pilar pertama dalam UNGP adalah pilar perlindungan yang merupakan tugas dari negara.  Terdapat prinsip-prinsip dasar dan operasional dalam pilar ini.   Prinsip-prinsip yang mendasari pilar pertama adalah negara harus melindungi dari pelanggaran HAM oleh pihak ketiga, termasuk perusahaan bisnis, di wilayah dan atau yuridiksi mereka. Hal ini termasuk langkah-langkah dalam mencegah, menyelidiki, menghukum dan memulihkan pelanggaran tersebut melalui kebijakan, legislasi, peraturan dan sistem peradilan yang efektif.   Selain itu negara juga harus menyampaikan secara jelas ekspektasi bahwa seluruh perusahaan bisnis yang berdomisili di dalam wilayah dan atau yurisdiksi mereka menghormati HAM di seluruh operasi mereka.   Sedangkan prinsip-prinsip operasional yang ada  mencakup beberapa hal yaitu fungsi kebijakan dan peraturan negara, hubungan negara dan bisnis, penghormatan bisnis dan HAM di wilayah konflik, memastikan keterpaduan kebijakan.

Dalam memenuhi tugas untuk melindungi HAM dan menjalankan fungsi kebijakan dan peraturan, negara harus :

  1. Menegakkan hukum yang ditujukan kepada, atau memiliki dampak pada keharusan perusahaan bisnis untuk menghormati hak asasi manusia, dan secara periodik membuat penilaian atas kecukupan dari hukum tersebut dan mengatasi kekurangan yang ada;
  2. Memastikan bahwa hukum dan kebijakan yang lain mengatur pembentukan dan operasi yang sedang berjalan dari perusahaan bisnis, seperti hukum perusahaan, tidak menghambat tetapi membuat bisnis menghormati hak asasi manusia;
  3. Memberikan panduan yang efektif kepada perusahaan bisnis tentang bagaimana menghormati HAM dalam pelaksanaan operasi mereka;
  4. Mendorong, dan ketika pantas mensyaratkan, perusahaan bisnis untuk berkomunikasi tentang bagaimana mereka mengatasi dampak terhadap HAM

Kegagalan untuk menegakkan hukum yang berlaku baik yang secara langsung maupun tidak langsung mengatur penghormatan bisnis pada hak asasi manusia seringkali merupakan kekurangan hukum yang ada dalam praktik negara.  Contohnya dapat dilihat dengan sedikitnya perkara pidana perburuhan yang bisa menjatuhkan sanksi kepada pemberi kerja atau pengusaha akibat melakukan pelanggaran atas hak-hak pekerja[i].  Contoh lainnya pada kasus pembakaran lahan dan hutan yang terjadi di Riau dan Jambi yang sempat menimbulkan polusi udara akibat kabut asap hasil dari pembakaran, para pengusaha yang diajukan ke pengadilan divonis bebas padahal secara nyata terdapat kerusakan lingkungan dan pencemaran yang berdampak pada masyarakat sekitar wilayah bahkan meluas sampai ke negeri tetangga.[ii]    Oleh karena itu sangat penting Negara untuk mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki keadaan.

Penting juga bagi negara untuk menilai kembali apakah hukum yang ada mencakup perkembangan situasi yang ada agar mereka memberikan suatu keadaan yang kondusif bagi bisnis untuk  menghormati hak asasi manusia. Misalnya,  kejelasan tentang pengelolaan tata guna lahan yang selama ini berpotensi konflik baik horizontal maupun vertikal.  Kajian yang dilakukan oleh Direktorat Sumber Daya Mineral Dan Pertambangan, Bappenas menunjukan terjadinya tumpang tindih Kawasan kehutanan dengan pertambangan, sehingga ada sekitar 22 perusahaan tambang berada di Kawasan konservasi dan hutan lindung yang sudah mengantongi izin untuk melakukan kegiatan eksplorasi.   Hal ini tentunya harus diambil langkah untuk melindungi pemangku hak dan juga perusahaan bisnis yang selama ini dituduh melakukan pengrusakan hutan.

Hukum dan kebijakan harus perlu disertai dengan panduan yang cukup jelas agar perusahaan dapat menghormati hak asasi manusia dan menaruh perhatian sampai pada peran struktur manajemen.   Panduan yang disusun ini juga harus dapat memperlihatkan hasil yang dicapai sehingga dapat mengakomodir praktik-praktik terbaik yang dilakukan.  Panduan yang disusun juga termasuk uji tuntas HAM dengan mempertimbangkan aspek keadilan gender, kerentanan, marginalisasi dan kelompok masyarakat adat, perempuan, kelompok minoritas, anak-anak, penyandang cacat, pekerja migran dan keluarganya.  Saat ini panduan tersebut sedang dalam penyusunan yang dibawah koordinasi kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM yang menyusun panduan uji tuntas untuk tiga sektor bisnis yaitu pariwisita, pertambangan dan perkebunan.

Lembaga Hak Asasi Manusia yang tunduk pada prinsip-prinsip Paris untuk konteks Indonesia mungkin Komnas HAM dan Kementerian Hukum dan HAM memainkan peranan penting dalam membantu negara mengidentifikasi apakah hukum-hukum terkait sesuai dengan kewajiban hak asasi manusia mereka dan apakah telah secara efektif dijalankan, dan dalam menyediakan panduan tentang hak asasi manusia juga kepada perusahaan bisnis dan aktor non-Negara lainnya.

Komunikasi oleh perusahaan bisnis tentang bagaimana mereka mengatasi dampak hak asasi manusia dapat berupa diskusi informal dengan pemangku kepentingan yang terkena dampak sampai kepada laporan publik resmi, dan negara berperan dalam mendorong komunikasi ini dapat melalui kebijakan atau hukum termasuk memastikan aksesibilitasnya.  Ketentuan yang dibuat juga harus memperhitungkan resiko yang dapat mengancam keamanan dan keselamatan individu dan fasilitas; ketentuan hukum lainnya yang mengatur kerahasian komersial; dan ukuran serta struktur perusahaan yang berbeda-beda.   Persyaratan pelaporan finansial sebagai bagian dari komunikasi  juga harus mencakup penjelasan bahwa dampak-dampak hak asasi manusia dalam beberapa kesempatan dapat menjadi penting dan signifikan kepada peforma ekonomi dan perusahaan bisnis.

Hubungan Negara dengan Bisnis

Negara-negara harus mengambil langkah-langkah tambahan untuk melindungi dari pelanggaran HAM oleh perusahaan bisnis yang dimiliki atau dikontrol oleh Negara, atau yang menerima dukungan substansial dan layanan jasa dari badan-badan Negara seperti badan kredit ekspor dan badan penjaminan atau asuransi investasi resmi dengan mensyaratkan uji tuntas hak asasi manusia.  Dalam konteks Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara.

Negara harus melaksanakan pengawasan yang memadai dalam rangka untuk memenuhi kewajiban mereka berdasarkan hukum HAM internasional ketika mereka bekerjasama melalui kontrak dengan, atau mengatur, perusahaan bisnis untuk menyediakan layanan yang mungkin dapat memiliki dampak pada penikmatan hak asasi manusia.  Negara-negara harus memajukan penghormatan terhadap HAM oleh perusahaan bisnis yang mana dengan hal tersebut mereka melakukan transaksi komersial.

[i] http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt555c4802b2e6c/penegakan-pidana-perburuhan-lemah

[ii] https://nasional.tempo.co/read/778544/petinggi-perusahaan-pembakar-lahan-divonis-bebas

https://sains.kompas.com/read/2017/01/30/16405761/pt.rkk.divonis.bebas.dari.dakwaan.dalam.kasus.kebakaran.gambut

*Untuk mempelajari UNGP Bisnis dan HAM lebih lanjut, Konsil LSM Indonesia telah menerbitkan Buku Saku Panduan Prinsip-prinsp Bisnis dan HAM

Download GRATIS

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Kelemahan Aparat Penegak Hukum dalam Implementasi UU PKDRT

Penulis: Nadia RosdiantiSelama kurang lebih 20 tahun, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun...

RUU Penyiaran dan Kebebasan Pers di Indonesia

Belakangan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh...

Penting! Advokasi di Swakelola Tipe III

Jakarta (10/1/2024). Advokasi menjadi bagian yang sangat penting ketika para OMS sudah mengawal dari...

Ini Hasil Survey Organisasi Masyarakat Sipil di 35 Provinsi

(Eksistensi organisasi mengacu kepada prasyarat dasar organisasi seperti legalitas, struktur, laporan keuangan dan kegiatan)Liputan6.com,...