BerandaBerita UmumKabulkan Gugatan Muhammadiyah, MK: Negara Tak Intervensi Internal Ormas

Kabulkan Gugatan Muhammadiyah, MK: Negara Tak Intervensi Internal Ormas

Detik.com | Selasa, 23 Desember 2014

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang-undang Ormas (UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan) yang diajukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pembacaan putusan dipimpin Ketua MK Hamdan Zoelva.

Lewat putusan ini, MK menjaga agar negara tak mengintervensi‎ urusan internal ormas. Ini sekaligus menjamin kebebasan dan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar Negara RI 1945. “Amar putusan mengadili menyatakan, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Hamdan dalam persidangan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2014). ‎

Putusan bernomor 82/PUU-XI/2013 ini menetapkan soal hasil permohonan uji materi Pasal 1 Angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3).

Muhammadiyah punya alasan permohonan uji materi ini, yakni pertama, pengkerdilan makna kebebasan berserikat melalui pembentukan UU Ormas. Kedua, pembatasan kemerdekaan berserikat yang berlebih-lebihan. Ketiga, pengaturan yang tidak memberikan kepastian hukum. Dan keempat, turut campur pemerintah dalam penjabaran kemerdekaan berserikat.

‎Hasilnya, MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan Muhammadiyah. Pasal yang dikabulkan yakni Pasal 5, Pasal 8, Pasal 16 ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 34, Pasal 40 ayat (1), dan Pasal 59 ayat (1) huruf a. “Memerintahkan pembuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” kata Hamdan. Putusan ini dibikin oleh sembilan hakim konstitusi, yakni Hamdan, Arief Hidayat, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Patrialis Akbar, Muhammad Alim, Wahiduddin Adams, dan Aswanto.

MK memutuskan mengabulkan permohonan gugatan Pasal 8, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 UU Ormas ini lantaran “beralasan menurut hukum”‎. Disebutkan dalam salinan putusan, “Menurut Mahkamah, yang menjadi prinsip pokok bagi Ormas yang tidak berbadan hukum, dapat mendaftarkan diri kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab untuk itu dan dapat pula tidak mendaftarkan diri.” Soalnya, masalah administrasi ini‎ hanyalah untuk memastikan terdaftarnya suatu Ormas. Dengan demikian, pelayanan terhadap ormas dalam menjalankan kegiatan dengan menggunakan anggaran negara dapat diatur oleh pemerintah. “Suatu ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi negara‎ tidak dapat menetapkan ormas tersebut sebagai ormas terlarang, atau negara juga tidak dapat melarang kegiatan ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum,” papar salinan putusan MK ini.

‎MK menyatakan, walaupun pemohon tidak mengajukan permohonan pengajuan konstitusionalitas Pasal 16 ayat (3), Pasal 17, dan Pasal 18 UU Ormas. Maka ketentuan mengenai pendaftaran ormas yang dikaitkan dengan lingkup suatu ormas harus dinyatakan inkonstitusional pula. Adapun tata cara pendaftaran ormas tersebut dapat diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih rendah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU Ormas. Selanjutnya, Muhammadiyah memandang Pasal 34 ayat (1) yang menyebut “Setiap anggota Ormas memiliki hak dan kewajiban yang sama” bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut Muhammadiyah, pemerintah menjadi berwenang ikut campur terlalu berlebihan, karena sampai bisa mengatur kewenangan otonomi masyarakat dalam mengatur organisasinya. MK menilai arguman Muhammadiyah ini‎ sebagai “beralasan menurut hukum” alias menerima. “Negara tidak dapat mencampuri dan tidak dapat memaksakan suatu ormas mewajibkan anggotanya memiliki hak dan kewajiban yang sama, karena akan membelenggu kebebebasan masyarakat dalam mengatur urusan organisasinya yang menjadi wilayah otonomi masyarakat,” papar MK.

Lebih lanjut klik Detik.com

Klik Berita ttg JR UU Ormas di Detik.com

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Kelemahan Aparat Penegak Hukum dalam Implementasi UU PKDRT

Penulis: Nadia RosdiantiSelama kurang lebih 20 tahun, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun...

RUU Penyiaran dan Kebebasan Pers di Indonesia

Belakangan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh...

Penting! Advokasi di Swakelola Tipe III

Jakarta (10/1/2024). Advokasi menjadi bagian yang sangat penting ketika para OMS sudah mengawal dari...

Ini Hasil Survey Organisasi Masyarakat Sipil di 35 Provinsi

(Eksistensi organisasi mengacu kepada prasyarat dasar organisasi seperti legalitas, struktur, laporan keuangan dan kegiatan)Liputan6.com,...