Beritasatu.com
Rabu, 17 Desember 2014
Jakarta – Pemerintah dan DPR diharapkan segera membahas dan membentuk UU Perkumpulan melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2019, dan pembahasannya melibatkan partisipasi publik.
Menurut Eryanto Nugroho dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, UU Perkumpulan diperlukan untuk menggantikan UU Ormas yang bermasalah.
Dia menyebutkan, ada lima permasalahan utama dengan UU Ormas. Yakni proses pembentukannya tidak memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Kedua, implementasi bermasalah dan menimbulkan kerancuan. Ketiga, UU Ormas adalah sejarah yang membawa paradigma yang bermasalah. Keempat, UU Ormas dibentuk dengan lebih mengedepankan pendekatan politik dibanding kepentingan publik. Serta kelima, ada kerangka hukum yang tumpang tindih dengan UU Ormas itu.
“Maka Pemerintah dan DPR harus segera membentuk UU Perkumpulan,” kata Eryanto dalam diskusi bertajuk “Dari UU Ormas ke RUU Perkumpulan” di Jakarta, Rabu (17/12).
Kata Eryanto, UU Perkumpulan dapat mengembalikan kondisi ke kerangka hukum yang tepat. Toh, RUU Perkumpulan itu sudah berulang kali dianggap perlu sehingga masuk ke Prolegnas.
Selain itu, pihaknya menilai UU Perkumpulan lebih mengedepankan pendekatan hukum dan HAM dibanding UU Ormas.
“UU Perkumpulan nantinya akan mampu membedakan perkumpulan berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, serta tidak mencapuradukkan dengan yayasan, sehingga tak rancu dalam implementasi maupun penegakan aturannya,” beber Eryanto.
Penulis: Markus Junianto Sihaloho/EPR