BerandaBerita UmumAturan hukum bagi situasi keberlangsungan hidup LSM

Aturan hukum bagi situasi keberlangsungan hidup LSM

index23
Sumber: EURObiz

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah meminta Hungaria untuk mencabut undang-undang tentang transparansi organisasi yang dibiayai dari luar negeri. Aturan ini akan memaksa LSM yang menerima lebih dari €24,000 (Rp. 356.089.589 ) per tahun dari sumber luar negeri untuk mendafatkan sebagai “organisasi dengan dukungan asing” dan mencantumkan label tersebut di website dan publikasi mereka dengan mencantumkan nama negara / kota pendukung di luar negeri tersebut.

Direktur Amnesti Internasional untuk Eropa, John Dalhuisen juga menyatakan hal serupa bahwa upaya keras untuk menyamarkan undang-undang yang dalam konteks ‘keamanan nasional’ tidak dapat menyembunyikan tujuan sebenarnya yaitu untuk: menstigmatisasi, mendiskreditkan dan mengintimidasi LSM-LSM kritis dan menghambat pekerjaan vital LSM.

Beberapa negara memang menggunakan hukum untuk keamanan nasional dalam meintimidasi kerja-kerja LSM dengan stigmatisasi kepentingan asing. Di Mesir UU terkait LSM  mencakup pembatasan administratif yang melumpuhkan pekerjaan mereka. Di Pasal 8, UU baru tersebut mengharuskan setiap LSM – bahkan mereka yang telah beroperasi di Mesir selama bertahun-tahun sesuai dengan aturan – untuk membayar biaya pendaftaran sampai 10.000 pound Mesir (sekitar $553) dan menyerahkan seluruh dokumen yang dibutuhkan. Hal ini memunculkan situasi yang problematik.

UU baru tentang LSM asing juga terjadi di Cina, sejak 1 Januari, mensyaratkan pendaftaran dan pelaporan yang ketat dan memberi wewenang bagi polisi untuk menanyai pekerjaannya, memeriksa kantor, melihat dokumen-dokumen dan bahkan menutup aset mereka.

Saat ini diyakini hanya 1 persen LSM Asing tersebut yang beroperasi sesuai dengan persyaratan di UU baru, yang artinya ada ribuan beroperasi dalam penuh risiko. Dalam satu survey, ada sekitar 7000 LSM asing beroperasi di Cinta tahun lalu, mayoritas dari mereka beroperasi di area abu-abu, baik tidak teregistrasi ataupun teregistrasi sebagai bisnis. Dalam bulan ini, hanya 82 LSM asing yang teregistrasi dan memiliki kantor perwakilan di Cina.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pada Desember 2016 lalu, pemerintah menerbitkan PP no 58 dan PP no 59 terkait Organisasi Kemasyarakatan dan Ormas Asing. Dalam kajian Koalisi Kebebasan untuk PP terkait Ormas Asing pasal yang dirasa bermasalah terkait  dengan rantai birokrasi perizinan yang berpotensi semakin panjang, serta tidak adanya batasan waktu dalam penerbitan izin dari pemerintah terkait izin prinsip maupun operasional.

Di Indonesia meski tidak ada indikasi esktrim terkait pembatasan ruang gerak masyarakat sipil sebagaimana terjadi di negara-negara yang disebutkan sebelumnya, pengetahuan mengenai PP 58 dan 59 perlu dipahami dengan jelas dan tidak menimbulkan keambiguitas. Tuduhan akan ‘kepentingan asing’ bukan tidak terjadi terhadap LSM terutama LSM-LSM yang bergerak dalam bidang kelapa sawit beberapa kali mendapatkan kecaman atas kegiatan yang dilakukannya.

Untuk itu perlu ada pemahaman secara komprehensif mengenai aturan yang berlaku. Klik disini untuk membaca selengkapnya mengenai Kajian KKB tentang Pasal 58 dan 59, PP 58/2016 dan PP 59/2016.


The United Nations has called on Hungary to withdraw a proposed law “Bill on the Transparency of Organisations Financed from Abroad”. It would force NGOs that receive more than €24,000 (Rp. 356.089.589 ) annually from a foreign source to register as a “foreign-supported organisation” and adopt the label on websites and publications, while giving the names, countries and cities of supporters abroad.

Amnesty International’s Director for Europe, John Dalhuisen, also show his concerns, that threadbare attempts to disguise this law as being necessary to protect national security cannot hide its real purpose: to stigmatize, discredit and intimidate critical NGOs and hamper their vital work.

Some countries are using the law for ‘national security’ in ‘intimidating’ NGOs works that being stigmatize of foreign-interest.

In Egypt the new NGOs Law including severe administrative restrictions on NGOs and paralyzes their work.  On the Article 8 of the law, is required every NGO — even those operating in Egypt for years in accordance with the law and the constitution — to pay a registration fee up to 10,000 Egyptian pounds [around $553] and submit registration papers and documents. The new law is problematic.

The New Law of ‘foreign NGO’ also happend in China, since Januari 1st, that subjects foreign NGOs to close government scrutiny with stringent registration and reporting requirements and gives the police broad powers to question their workers, inspect their offices, look into their documents and even seal off their premises and assets.

Currently Only about 1 per cent of the foreign NGOs believed to be operating in mainland China have registered as required by a new law, meaning that thousands could be operating in a risky legal limbo. By one official count, there were around 7,000 foreign NGOs working in mainland China last year. Most of them previously operated in a grey area, either unregistered or registered as businesses. As of this month, only 82 foreign NGOs had registered the representative offices in mainland China.

How about Indonesia?

Earlier on Devember 2016, government issued the governmental regulation no 58 and 59 related with the explanation of Civil Society Organisations Law and Foreign Civil Society Organisations. On the research by Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB/Freedom of Association Coalition) relates with the governmental regulation for foreign civil society organisation, the problematic article is related with the long-chaing of bureaucracy and no timeframe for govermnet issued on permission and operational principles.

In Indonesia, eventhough there aren’t any extreme indication related with the limitation of civil society movement as happened in the countries mentioned earlier, the knowledge of law and government regulation of civil society need to be clear and will not have any ambiguity meaning in the future. The incrimination to civil society as ‘foreign interest’ also happened in Indonesia, particularly to the NGOs that has the core issue in Palm Oil.

That is why there need a comprehensif understanding of the law in force. Click in here to read more about research from KKB on Government Regulation no 58 and 59, Government Regulation 58/2016 and Government Regulation 59/2016.

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Kelemahan Aparat Penegak Hukum dalam Implementasi UU PKDRT

Penulis: Nadia RosdiantiSelama kurang lebih 20 tahun, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun...

RUU Penyiaran dan Kebebasan Pers di Indonesia

Belakangan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh...

Penting! Advokasi di Swakelola Tipe III

Jakarta (10/1/2024). Advokasi menjadi bagian yang sangat penting ketika para OMS sudah mengawal dari...

Ini Hasil Survey Organisasi Masyarakat Sipil di 35 Provinsi

(Eksistensi organisasi mengacu kepada prasyarat dasar organisasi seperti legalitas, struktur, laporan keuangan dan kegiatan)Liputan6.com,...