Penerbit: | Piramedia |
Penulis: | Rustam Ibrahim |
Penyunting: | |
Tahun Terbit: | Juli 2005 |
Halaman/Deskripsi | xvi +97 hlm.; 23 cm |
ISBN: | 979-3957-27-5 |
Sejak sekitar lima tahun lalu, pada 2001, di tengah situasi ketika masyarakat Indoenesia belum sepenuhnya terlepas dari dampak “krisis moneter”, bangsa ini seolah tidak kunjung henti dirundung malang. Bencana demi bencana saling susul-menyusul: banjir, gempa bumi, dari Nabire, Maumere, Lampung, Bengkulu, terus ke utara sampai puncaknya, Nias dan Banda Aceh, yang dihancurleburkan oleh tsunami dan rentetan gempa bumi yang mengikutinya. Ratusan ribu korban, yang tewas maupun hidup, memerlukan uluran tangan semua pihak. Dan begitulah, seluruh jajaran masyarakat -nasional sampai internasiona – secara spontan bahu-membahu menggalang berbagai bentuk bantuan.
Bahkan, sebagian orang berpendapat, kita kini dilanda “tsunami bantuan”. Betapa tidak? Kita mendengar kabar di Inggris, misalnya, sejumlah organisasi kemasyarakatan telah berhasil mengumpulkan dana bantuan dari publik sebesar 300 juta pondsterling. Di Belanda 180 juta euro. Belum lagi di Kanada, Amerika Serikat, di Jepang, dan seterusnya. Di dalam negeri sendiri berbagai organisasi telah mengumpulkan rupiah sampai ratusan, kalau tidak malah triliunan, jumlahnya. Belum lagi bantuan yang datang dari institusi-institusi pemerintahan dari seluruh penjuru dunia.
Potensi sedekah sosial di Indonesia saat ini jelas sangat besar. Salah satu sumber dana sosial yang cukup potensial untuk digali adalah dari masyarakat usaha. Dari penelitian yang pernah PIRAC lakukan terungkap minat perusahaan untuk melakukan kegiatan sosial di tengah masyarakat yang terlihat meningkat cukup tajam. Potensi dana yang disalurkan untuk kegiatan sosial ini pun terbilang cukup banyak. Paling tidak data ini tercermin dari dua kegiatan penelitian yang dilakukan oleh PIRAC, yaitu pada tahun 2001 dan 2002, mengenai pola dan potensi derma perusahaan. Penelitian mengenai derma perusahaan di Indonesia tahun 2001 menunjukkan bahwa jumlah perusahaan yang melakukan kegiatan sosial adalah sebanyak 180 perusahaan dengan jumlah sumbangan sebesar 115,3 miliar.
Namun, sayangnya, kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan kebanyakan masih tidak terencana dalam arti bersifat insidental dan berupa hibah sosial untuk tujuan-tujuan yang bersifat karitatif. Hal ini tercermin dari hasil penelitian lanjutan PIRAC yang dilakukan terhadap 226 perusahaan di sepuluh kota besar di Indonesia, di mana hampir 60% responden mengatakan bahwa sumbangan yang mereka berikan adalah bersifat insidentil, hanya 9% yang bersifat berkala, dan sebanyak 31% adalah keduanya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri: bagaimanakah penggalangan dan pemanfaatan dana dari dunia usaha ini, sebagaimana telah dilakukan terhadap dana sosial dari masyarakat individual, bisa dilakukan secara lebih terorganisasi dan berjangka panjang.
Di tengah perkembangan yang kita harap makin membaik ini, pengetahuan tentang kegiatan dan kiprah dunai usaha dalam kegiatan sosial sangatlah diperlukan. Karena itulah maka PIRAC mencoba memfasilitasi studi kasus yang kini telah dibukukan ini. Buku ini merupakan studi kasus yang dilakukan di lima perusahaan yang memiliki program community development secara lebih terencana. Kelima perusahaan tersebut adalah Bogasari Flour Mills, Citibank dengan programnya Citybank Peka, Coca Cola Indonesia, PT Riau Anadalan Pulp and Paper, dan Rio Tinto. Studi kasus ini mencoba untuk memberikan gambaran yang terinci mengenai bentuk-bentuk keterlibatan perusahaan dalam program pengembangan masyarakat (community development).*