TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fadli Zon, mengkritisi sejumlah organisasi masyarakat sipil yang berpotensi sebagai alat kepentingan asing di Indonesia. “Kalau LSM-LSM menjadi alat asing, mereka dibiayai oleh asing, itu menurut saya harus diatur. Tidak boleh ada lembaga mengatasnamakan swadaya masyarakat tapi sebenarnya swadaya asing,” katanya ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, 5 November 2014.
Menurut Fadli, organisasi-organisasi yang mengkritisi bahwa ada pejabat negara atau DPR yang tidak bersih juga mestinya diaudit alur pendanaannya. “Mereka juga harus melalui suatu prosedur tertentu karena bisa jadi pencucian uang oleh pihak asing, bisa juga LSM Indonesia dijadikan alat untuk kepentingan-kepentingan donor asing,” katanya.
Sebelumnya, beberapa lembaga antikorupsi, seperti Indonesia Corruption Watch, mempermasalahkan pimpinan Dewan dan sedikitnya 17 pimpinan alat kelengkapan DPR yang disebut-sebut terlibat kasus korupsi.
Masyarakat sipil ini, kata Fadli, juga harus diatur, tidak bisa pihak asing membiayai organisasi-organisasi masyarakat sipil Indonesia tanpa diketahui negara, tanpa diaudit juga oleh publik. “Enggak bisa, dong. Harus ada aturannya. Jadi organisasi masyarakat sipil di Indonesia, apalagi lembaga negara, kalau ada hibah atau bantuan dari luar negeri itu statusnya sebagai apa,” ujarnya.
Fadli mengatakan fraksinya siap memberikan sanksi kepada anggota yang terjerat kasus hukum. “Ya, harus dong, kalau misalnya terbukti terkena kasus-kasus hukum, karena kita semua sama kedudukannya di mata hukum,” kata Fadli.
Fraksi Gerindra, kata Fadli, memiliki mekanisme yang jelas dalam menentukan penempatan pimpinan dan anggota alat kelengkapan Dewan. Langkah pertama adalah menyesuaikan dengan keinginan anggota, kemudian dibandingkan dengan kemampuan dan latar belakangnya. “Utamanya, kami cocokkan berdasarkan kompetensinya, tidak berdasarkan kesenioritasan,” kata Fadli.