BerandaBerita UmumInisiatif Sektor Bisnis untuk Penghormatan terhadap HAM - John Darmawan

Inisiatif Sektor Bisnis untuk Penghormatan terhadap HAM – John Darmawan

John Darmawan, Business & Human Right Working Group.
Source : IGCN

Bisnis, sebagai sektor yang memiliki tanggung jawab
untuk memenuhi dan untuk menghormati HAM haruslah
bertindak dengan selayaknya sehingga terhindar dari
akibat yang merugikan hak orang lain, secara langsung
maupun dan tidak langsung.”

Perang Dunia Kedua merupakan masa kelam kehidupan kemanusian dengan berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Benua Eropa, benua Afrika dan benua Asia, tetapi masa itu sekaligus menjadi titik balik (turning point) kehidupan kemanusian dengan bangkitnya kesadaran atas penghargaan terhadap HAM yang diwujudkan dalam Universal Declaration on Human Rights yang diratifikasi di Paris-Perancis pada tanggal 10 Desember 1948. Lebih lanjut pada era tahun 1990-an bisnis dan hak asasi manusia menjadi fitur yang semakin menonjol dalam agenda internasional. Pada sisi lain liberalisasi perdagangan, deregulasi domestik, dan privatisasi di seluruh dunia memperluas ruang lingkup dan memperdalam dampak pasar. Meningkatnya kekuatan perusahaan menyebabkan peningkatan ketidaksetaraan serta pelanggaran hak asasi manusia terutama di daerah yang sedang berkembang, sehingga ada penolakan terhadap gagasan bahwa hakhak ekonomi dan sosial dapat diberlakukan terhadap pelaku perusahaan dan perusahaan boleh memiliki kewajiban terhadap hak-hak ini. Dalam rangka menghadapi meningkatnya dampak negatif HAM yang disebabkan oleh perusahaan, pada Juni 2011, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan “Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia (United Nation Guiding Principle on Business and Human Rights/UNGP), yaitu: Melindungi, Menghormati, Memulihkan,” yang kemudian dikenal sebagai Prinsip Ruggie.

UNGP memberikan manfaat bagi dunia usaha yang memfokuskan pada keberlanjutan usaha. Secara garis besarnya, tiga pilar UNGP adalah; Pertama; tugas Negara untuk melindungi terhadap pelanggaran hak asasi manusia oleh pihak ketiga, termasuk perusahaan bisnis, melalui kebijakan, peraturan dan judikasi yang tepat. Pilar kedua; tanggung jawab perusahaan untuk menghormati hak asasi manusia, yang berarti bahwa perusahaan harus bertindak dengan uji tuntas untuk menghindari pelanggaran hak-hak orang lain dan untuk mengatasi dampak negative yang melibatkan mereka. Pilar ketiga; kebutuhan akan akses yang lebih besar oleh para korban untuk mendapatkan pemulihan yang efektif, baik secara yudisial maupun non-yudisial.

Untuk dapat membaca full artikel, silahkan unduh Jurnal Akuntabilitas  Edisi 6 tahun 2018 : Bisnis dan HAM, Bisakah Berjalan Seiring? (Klik Gambar)

 

Alternative Download Link (CLICK HERE)

 

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Kelemahan Aparat Penegak Hukum dalam Implementasi UU PKDRT

Penulis: Nadia RosdiantiSelama kurang lebih 20 tahun, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun...

RUU Penyiaran dan Kebebasan Pers di Indonesia

Belakangan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh...

Penting! Advokasi di Swakelola Tipe III

Jakarta (10/1/2024). Advokasi menjadi bagian yang sangat penting ketika para OMS sudah mengawal dari...

Ini Hasil Survey Organisasi Masyarakat Sipil di 35 Provinsi

(Eksistensi organisasi mengacu kepada prasyarat dasar organisasi seperti legalitas, struktur, laporan keuangan dan kegiatan)Liputan6.com,...