BerandaBerita InternalASPPUK Meningkatkan Daya Tawar Perempuan Pengusaha Mikro Melalui Eko Fesyen

ASPPUK Meningkatkan Daya Tawar Perempuan Pengusaha Mikro Melalui Eko Fesyen

14138112_1655010608159109_4330372705919311360_o
Jakarta
– Indonesia sarat tradisi tenun tangan yang panjang. Kain tenun, banyak dinilai memiliki keunikan tersendiri di tekstur kainnya. Nilai estetik alami yang terkandung didalamnya mampu memberi peluang pasar lebih baik dibanding pelaku UMKM lain. Kain tenun digagas dan diinisiasi hampir di banyak wilayah Indonesia. Pelakunya sebagian besar perempuan pengusaha berskala mikro dan kecil yang berlokasi di daerah miskin, dari etnis tertentu, dan masih memelihara pengetahuan dan ketrampilan menenun yang diwariskan nenek moyang. Mereka memproduksi lembaran kain untuk digunakan dalam pembuatan baju, peralatan rumah tangga, dekorasi, aksesori fashion dan aksesoris penting upacara adat.

Perkembangan kain tenun sebagaimana kain tradisional lainnya, menghadapi tantangan global, dari motif yang konservatif, pertimbangan lingkungan untuk meggunakan pendekatan yang eco-desain kerap kali terabaikan, mapun tidak terorganisirnya industri ini. ASSPUK (Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil – Mikro) terlibat dalam program “Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan dari Kain Tenun-Tangan” (Songket, Ulos, Lurik, Abaca, Ikat) yang dilakukan perempuan pengrajin di Indonesia dan Philippines.

Untuk meningkatkan akses para pengrajin tenun dan kampanye kepada seluruh level konsumen baik dalam negeri dan luar negeri, desainer Merdi Sihombing besama denngan ASPPUK, HIVOS, dan NTFP EP menggelar Bazzar dan Fashion Show dengan konsep sustainable fashion. Event ‘Eko Fesyen’ yang berlangsung pada 26 Agustus – 4 September 2016 di Grand Indonesia merupakan kali pertama seorang perancang busana Indonesia secara tunggal menciptakan koleksi yang ramah lingungan menurut standar tekstil internasional, dan bekerjasama berbagai badan dan donor pembangunan yang peduli terhadap isu lingkungan.

Proyek ini menyediakan dukungan teknis dan fasilitasi untuk para penenun perempuan di 9 provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Nusat Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Sehinga para penenenun dapat menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya tawar mereka.

ASPPUK merupakan salah satu anggota Konsil LSM yang telah compliance dengan standar minimal akuntabilitas melalui assesment yang dilakukan tahun 2014. Kenali ASPPUK di sini.

Sumber:

www.asppuk.or.id

Jakarta  – Indonesia has  a long tradition of weaving., considered  unique because of its  texture. The natural materials and  aesthetics value of weaving have opened up opportunities in the market, compared to other SMEs. Woven fabrics are produced throughout Indonesia. Mostly women are the entrepreneurs for woven fabrics in micro businesses and small enterprises located in poor areas, Their works represent particular ethnic communities, and their knowledge and skills  is inherited from their ancestors. Mostly they produce the fabric for clothes, household stuff, decorations, fashion and accessories that related to custom ceremony

The production of woven fabric as well as other traditional fabric was facing global challenges; from the conservative designs, shortage of materials in  the environment, and the informal nature of this industry. Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil – Mikro  (ASPPUK), the Association of Small Business Women) was involved in the program “Sustainable production and consumption of woven fabric-hand” (Songket, Ulos, Lurik, Abaca, Ikat) that been produced by weavers in Indonesia and Philippines.

To improve the access for the weavers and campaign it to all levels of consumers, designer Merdi Sihombing , in cooperation with ASPPUK, HIVOS, and NTFP EP held an exhibition and Fashion Show with the concept of sustainable fashion. The event took place between 26th of August to 4th September 2016 in Grand Indonesia Mall. This is the first time a fashion designer has created an exhibition for eco-friendly collection according to international textiles standard, and cooperated with various institutions that have  concerns for environmental issues.

In addition to the environmental issues, this project also provides technical support and facilitations for women weaver in nine provinces in Indonesia; North Sumatra, West Sumatra, South Sumatra, Central Java, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Central Sulawesi, West Kalimantan and East Kalimantan,so the weavers can increase production capacity and enhance their bargaining power.

ASPPUK is one of the Konsil’s members that has been complied with the minimum standard of accountability through assesment 2014. Find more about ASPPUK here.

Source:

www.asppuk.or.id

Baca Lainnya

Anggota Kami

Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan)

Jl. Bahagia by Pass, No. 11/35, Medan, Sudirejo 1, 20218

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Jl. Pangkalan Jati No. 71 Cinere Depok

Artikel Terkait

Konsil LSM Indonesia Kembali Gelar Rapat 6 Bulanan Bersama KPN dan Dewan Etik

Jakarta, 10 September 2023 - Setelah beberapa tahun absen akibat dampak pandemi, Konsil LSM...

Expert Meeting: Review Laporan Kajian Analisis Penanggulangan HIV AIDS Berbasis RAN HIV AIDS dan PIMS 2020-2024

Konsil LSM Indonesia mengadakan kegiatan Expert Meeting "Review Laporan Kajian Analisis Penanggulangan HIV AIDS...

LSM Seharusnya Tidak Merasa ‘Diikat’ oleh Standar Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah kewajiban bagi semua organisasi yang bekerja untuk kepentingan publik. Sehingga LSM sebagai...

Kunjungan Global Standard for CSO Accountability

Global Standard for CSO Accountability has met earlier in India at "Stakeholder Meeting on...