Pemerintah dan LSM Sepakat Bekerjasama Secara Transparan dan Akuntabel
Akses Dana dari APBN dan APBD untuk LSM
Jakarta – Pemerintah dan LSM sepakat bahwa mekanisme kerja sama yang bersumber dari APBN dan APBD harus transparan dan akuntabel. Demikianlah hasil diskusi dari Seminar yang diselenggarakan Konsil LSM Indonesia pada 29 September 2016 dalam menyikapi banyaknya dana yang mengalir ke LSM dari APBN dan APBD namun belum menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas sejak pemilihan mitra, pelaksanaan kegiatan hingga pelaporan.
Salman, narasumber dari Kemendagri Direktorat Organisasi Kemasyarakatan menuturkan kekuatirannya mengenai kapasitas LSM yang dianggap lemah dalam mengelola dana APBN dan APBD. Salman menuturkan bahwa kerja sama pemerintah dan LSM sering terbentur pada pelaporan dan tidak jelasnya keberadaan LSM penerima dana APBN dan APBD. Misran Lubis salah satu Komite Pengarah Nasional Konsil LSM Indonesia mensinyalir bahwa permasalahan dalam kerja sama pemerintah dan LSM terletak pada pemilihan mitra LSM-nya. Andaikan saja pemerintah cukup jeli dalam memilih mana LSM palsu dan LSM yang sesungguhnya maka kasus-kasus yang dihadapi pemerintah dapat diminimalisir.
Ade Irawan selaku Wakil Koordinator ICW membicarakan mengenai korupsi yang kerap kali terjadi dalam dana hibah dan bansos “Korupsi dalam situasi seperti ini kerap kali dirancang sejak penyusunan anggaran karena berkaitan dengan upaya pemenangan kandidiat dalam pemilihan umum”. “Dalam perkembangannya seharusnya penggunaan yang bersifat politis seharusnya sudah ditinggalkan dan menuju perbaikan menjadi transparan dan akuntabel”, tambah Ade.
Hal ini berkaitan dengan pernyataan Konsil LSM bahwa dana-dana dari pemerintah diakses oleh LSM palsu (psudo NGO), yaitu LSM yang berperilaku anti akuntabilitas, menyalahgunakan pendanaan yang dikelolanya, melakukan tindakan teror kepada institusi lain, dan tidak transparan dalam tata kelola organisasinya. Indri selaku Dewan Etik Konsil LSM menyatakan “LSM lahir untuk berkontribusi dalam perubahan pranata sosial yang lebih baik, maka sangat penting meletakan isu Akuntabilitas sebagai fokus utama organisasi untuk memperkuat kapasitas dan kredibilitasnya”. Indri Suparno menekankan bahwa mekanisme yang transparan dan akuntabel akan memberikan rasa keadilan bagi LSM yang sungguh-sungguh menjalankan akuntabilitas dalam melakukan kegiatannya baik pada ranah pemberdayaan warga, advokasi kebijakan maupun kerja kemitraan (pemerintah, perusahaan dan LSM).
Fenomena ini tidak hanya menjadi pekerjaan rumah bagi LSM untuk mendapatkan kembali legitimasinya, kondisi ini juga menjadi pekerjaan pemerintah karena LSM adalah pilar penting dalam demokrasi. Salman (Kemendagri) menyatakan “Saat ini Kemendagri sedang menyusun indeks organisasi masyarakat sipil, maka penting untuk mengetahui akuntabilitas organisasi tersebut”. Kemendagri juga mengajak Konsil LSM Indonesia untuk bekerja sama karena Konsil LSM sudah mempraktikkan akuntabilitas LSM kepada anggotanya terutama melalui Kode Etik LSM. Hal ini dapat menepis pandangan ‘buruk’ pemerintah terhadap LSM dan memulihkan kepercayaan publik terhadap LSM di Indonesia.